Kamis, 08 Mei 2014

TEORI ORGANISASI KLASIK dan KONTEMPORER


TEORI ORGANISASI KLASIK


A. LATAR BELAKANG MUNCULNYA TEORI ORGANISASI

1. Organisasi dalam Lintasan Sejarah
Perhatian terhadap organisasi sebagai suatu bentuk kehidupan sosial yang berskala besar telah berkembang semenjak priode perkambangan masyarakat pada awal era masyarakat agraris (agrarian society). Ketika manusia memasuki era agrarian society, masyarakat mulai menetap untuk bercocok tanam disuatu lokasi tertentu. Ketika manusia mulai menetap disuatu lokasi itulah perkembangan organisasi di dalam masyarakt mulai terjadi. Dan perkembangan yang pesat terjadi ketika masyarakat mulai memasuki era masyarakat industri (industrial society).

2. Perkembangan Teori Organisasi
Teori organisasi menunjuk pada suatu penggamabran beberapa generalisasi yang memiliki kemungkinan penerapan untuk menjelaskan fenomena organisasi secara universal. Teori organisasi pada awalnya berlangsung secara lambat, tapi kemudian mengalami perkembangan yang begitu pesat, sejalan dengan bertamahnya perhatian para ahli terhadap fenomena organisasi. Perhatian yang muncul dari berbagai ahli terhadap fenomena organisasi telah melahirkan banyak teori organisasi, juga suatu peta pemikiran para ahli tentang fenomena organisasi, yang tercermin dari adanya berbagai perspektif yang berkembang tentang fenomena organisasi itu.
Lambatnya perkembangan teori organisasi ini diawalnya karena banyak teori-teori, konsep-konsep dan petunjuk praktis yang berkaitan dengan fenomena organisasi tidak selalu mendukungg perkembangan teori organisasi. Hal ini disebabkan karena berbagai teori, konsep dan petunjuk praktis tersebut tidak menyediakan cukup temuan empiris yang diperlukan untuk berkembangnya kajian teori organisasi. Teori, konsep dan petunjuk praktis seolah berada di luar jangkauan temuan empiris yang diperlukan untuk dasar pengembangan kajian mengenai fenomena organisasi.
Perkembanagn dalam ilmu administrasi, manajemen ilmiah dan ilmu-ilmu sosial lainnya, terutama sosiologi telah membawa akibat berkembanganya teori organisasi. Revolusi industri di inggris menjadi kekuatan penting dalam mendorong terjadinya perubahan struktur dan kultur dalam masyarakat eropa, juga organisasi yang ada dalam masyarakat ikut berubah. Perubahan-perubahan tersebut telah merangsang tumbuhnya berbagai penjelasan dan teori baru tentang fenomena organisasi. Dalam pandangan banyak ahli, revolusi industri dipandang sebagai pertanda dari awal berkembangnya organisasi modern. Dan akselerasi yang cukup besar dalam bidang ini terjadi setelah perang dunia ke II berakhir, tepatnya sekitar tahun 1960-an.

B. TEORI ORGANISASI KLASIK
Menurut Mitchell (1982), sebelum tahun 2000 SM di Yunani dan Romawi telah ada pemikiran tentang organisasi, pada masa itu organisasi yang dominan adalah Gereja dan Negara ( negara kota), yang melahirkan pemikiran seperti yang dilakukan oleh Aristoteles dan filsuf lainya mengenai organisasi negara. Salah satu momen atau kejadian yang sering dipergunakan oleh para ahli dalam memulai kajian tentang organisasi adalah terjadinya Revolusi Industri yang terjadi di Inggris, yang terjadi pada paruh kedua abad ke-19.
Terjadinya revolusi telah membawa perubahan bagi kondisi ekonomi, sosial dan juga teknologi yang telah berubah telah menghasilkan sejumlah besar masalah-masalah baru, yang membutuhkan pemecahan antara lain melalui pengembangan bentuk-bentuk organisasi dan pengelolaan manajemen yang berbeda dengan apa yang secara tradisional dijalankan saat itu, yaitu suatu manajemen yang sangat individualistik. Sifat dasar dari organisasi dan manajemen tradisional yang individualistik itu kemudian runtuh karena adanya tekanan yang berasal dari banyaknya masalah-masalah yang ditimbulkan oleh berkembangnya organisasi-organisasi berskala besar dan bersifat kompleks.
Teori organisasi klasik memiliki asumsi bahwa organisasi selalu memiliki susunan yang rasional dan logis, baik secara ekonomis maupun pencapaian efisiensi. Bagi teori organisasi klasik, rasionalitas, efisiensi dan keuntungan ekonomis adalah tujuan organisasi. Manusia juga diasumsikan bertingkah laku atau bertindak secara rasional pula. Jika manusia dipandang sebagai makhluk yang rasional maka akan mudah bagi pihak manajemen untuk mencapai kepentingan-kepentingannya, terutama peningkatan produktivitas melalui peningkatan upah dan insentif bagi pihak pekerja.
Teori organisasi klasik memusatkan perhatiannya pada penciptaan suatu kumpulan teknik-teknik yang rasional, yang diperlukan dalam mengembangkan baik struktur maupun proses, dan juga mengarahkan suatu bentuk koordinasi yang mampu mengintegrasikan hubungan-hubungan antara bagian dari suatu organisasi. Teori organisasi klasik sangat menyakini bahwa jika teknik dan pendekatan yang rasional dapat diwujudkan maka organisasi akan dapat berjalan lebih baik dalam pencapaian tujuan.
Beberapa perintis studi organisasi yang pandangannya sangat berpengaruh dalam perkembangan teori organisasi klasik antara lain:
  • Max Weber (1864-1920) dan Tipe Ideal Birokrasi
Max Weber mengemukakan tipe ideal birokrasi memiliki beberapa prinsip sebagai berikut.
1. Peraturan atau aturan yang ada dalam birokrasi sangat jelas dan tegas sekali. Hal yang demikian diperlukan dalam birokrasi terutama untuk menegakan ketertiban dan kelangsungan dari birokrasi itu sendiri.
2. Terdapat ruang lingkup kompetensi yang jelas. Orang-orang yang ada dalam birokrasi memiliki tugas-tugas dan pekerjaan yang dirumuskan secara jelas dan tegas, serta memiliki kewenangan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas atau pekerjaan yang diberikan itu. Jadi prinsip pembagian kerja (Division of Labour) merupakan aspek integraldari birokrasi.
3. Sumber dari otoritas atau kewenangan adalah keterampilan teknis, kompetensi dan keahlian (expertise). Ini merupakan ukuran yang objektif dan berlaku bagi siapapun yang memenuhi kualifikasi dan persyaratan yang ada dapat dipromosikan pada suatu jabatan atau posisi tertentu dalam birokrasi.
4. Para pelaksana atau staf administrasi secara tegas dipisahkan dari para pemilik modal atau alat produksi. Pemilikian alat produksi dan modal dipisahkan dari kepemimpianan ini dilakukan sebagai upaya untuk dapat membuat keputusan yang rasional dan objektif.
5. Prinsip hierarki menunjukan bahwa tiap-tiap bagian yang lebih rendah posisinya, selalu berada dibawah perintah dan selalu dibawah pengawasan dari posisi yang lebih tinggi. Garis komunikasi lebih bersifat vertikal daripada bersifat horizontal.
6. Tindakan-tindakan, keputusan-kkeputusan dan aturan-aturan semuanya diadministrasikan dan diarsipkan secara tertulis. Proses pelaksanaan fungsi organisasi merupakan suatu yang dapat diketahui oleh siapa pun dan bersifat publik.
Keenam prinsip diatas kemudian dipilah menjadi dua, yaitu prinsip-prinsip struktural dan prinsip-prinsip prosesual. Prinsip struktural menunjuk pada beberapa hal penting. Pertama, pekerjaan tidak dirancang sebagai sesuatu yang mudah dan spele. Pekerjaan dirancang paling tidak bersifat emosional tetapi efisien dan memiliki tingkat konflik kepentingan yang minimum. Kedua, segala sesuatu menjadi bersifat umum dan tegas. Fungsi-fungsi dirumuskan secara jelas dan tegas, orang-orang yang ada dalam birokrasi dapat disalingtukarkan pada posisi-posisi yang tepat. Prinsip ini memberikan penekanan penting pada aspek struktural dan aspek administratif dari organisasi, dan hanya memmberikan perhatian yang kecil pada aspek manusia yang berada dalam organisasi itu yang melakukan tugas atau pekerjaan. Aspek prosesual, seperti yang dikemukakan Weber akar dari model birokrasi adalah konsep otoritas dan kekuasaan yang sah untuk melakukan kontrol. Posisi dalam organisasi memberikan kepada orang yang menduduki posisi tersebut hak dan tanggung jawab. Artinya bahwa seseorang yang menerima suatu tugas atau pekerjaan, berarti kepadanya diberikan otoritas yang sah dan kemudian ia dapat menggunakannya kepada pihak lain yang berada di bawah posisinya. Weber menyatakan bahwa terdapat tiga sumber otoritas yang dimiliki seseorang, yaitu otoritas tradisional, otoritas kharismatik, dan otoritas birokratis. Pimpinan dalam birokrasi memiliki sumber otoritas pada keahlian dan keterampilan tertentu. Otoritas yang demikian merupakan otoritas yang sah dan diproleh melalui persayarakatn dan kualifikasi yang jelas.

  • Taylor dan Manajemen Ilmiah
Frederick W. Taylor (1856-1915), memiliki pandangan pragmatis dan menaruh perhatian besar pada masalah peningkatan produktivitas pekerja. Inti dari pemikiran Taylor adalah gagasan mengenai terdapatnya suatu cara terbaik untuk melaksanakan perkerjaan.
Pemikiran Taylor ini mengombinasikan sejumlah kecenderungan dalam pemikiran manajemen antara lain;

1. Gagasan bahwa pekerjaan dapat dianalisa secara ilmiah. Studi tentang waktu dan kegiatan yang detail akan dapat menunjukan cara yang terbaik dalam melakukan suatu pekerjaan.
2. Melalui standarisasi , proses seleksi, proses penempatan, dan proses pelatihan dapat dilakukan lebih mudah. Studi tentang waktu dan kegiatan menunjukan keterampilan dan keahlian seperti apa yang diperlukan oleh suatu pekerjaan yang khusus.
3. Standarisasi menjadi langkah yang penting menuju proses mekanisasi, suatu gagasan filosofis yang menunjuk dapa sistem hubungan manusia dengan mesin dalam dunia kerja. Orang dilihat sebagai suatu komponen yang dapat dengan mudah dipidahtukarkan dan disesuaikan dengan lingkungan yang makin mekanistis sifatnya.
Taylor juga mengemukakan bahwa pemberian intensif bagi pekerja merupakan suatu teknik dan instrumen khusus yang dapat meningkatkan efisiensi menjadi lebih besar. Hal ini berarti ada kaitan antara produktivitas dengan ganjaran yang bersifat ekonomis, karena secara logika, produktivitas dan ganjaran ekonomis itu merupakan kepentingan dari masing-masing pihak.
Bagi Taylor, penerapan pendekatan ilmiah dalam pelaksanaan manajemen merupakan suatu kebutuhan yang pokok untuk meningkatkan efisiensi dan pemenuhan kepentingan masing-masing pihak. Dengan kata lain, Taylor menyarankan bahwa manajemen haruslah melakukan perubahan mental secara cepat (mental revolusion) yang secara umum dikenal dengan manajemen ilmiah.

  • Fayol dan Prinsip-prinsip Administrasi
Henri Fayol (1841-1925) , memusatkan perhatiannya pada pemecahan fungsional kegiatana administrasi. Menurut Fayol kegiatan administrasi dapat dipecah secara fungsional dalam lima fungsi, yaitu:
1. Planning atau perencanaan;
2. Organizing atau pengorganisasian;
3. Command atau perintah;
4. Coordination atau koordinasi;
5. Control atau pengawasan
Kelima elemen fungsional dari administrasi ini kemudian menjadi dasar-dasar bagi fungsi-fungsi dasar manajemen.
Fayol juga mengemukakan 14 prinsip-prinsip yang menyeluruh, yang dipergunakan sebagai petunjuk bagi manajer dalam beraktivitas mengelola organisasi.
1. Pembagian kerja
2. Wewenang dan tanggung jawab
3. Disiplin
4. Kesatuan dalam perintah
5. Kesatuan arah
6. Mengutamakan kepentingan umum (general interest) diatas kepentingan individu
7. Pemberian upah bagi pekerja
8. Sentralisasi
9. Rantai perintah
10. Ketertiban
11. Keadilan
12. Kestabilan masa kerja pekerja
13. Inisiatif
14. Semangat jiwa kesatuan (korps).
Gagasan lain yang mendukung pemikiran Fayol dikemukakan oleh Luther Gulick dan Lyndall urwick. Prinsip-prinsip organisasi yang dikemukakan tersebut adalah:
1. Penempatan secara tepat orang-orang pada struktur organisasi;
2. Pengakuan terhadap orang yang berada pada posisi puncak kepemimpinan sebagai sumber dari otoritas atau wewenang;
3. Memiliki kaitan dengan kesatuan perintah;
4. Penggunaan staf khusus dan staf umum;
5. Pembentukan departemenisasi berdasarkan pada tujuan, proses, orang dan tempat;
6. Pendelegasian/ pelimpahan dan penggunaan prinsip pengecualian;
7. Menempatkan tanggung jawab sepadan dengan wewenang;
8. Mempertimbangkan cakupan pengawasan yang tepat.

Selain gagasan Gulick dan Urwick, juga dikemukakan gagasan lain yang mendukung pemikiran Fayol yaitu James D Mooney dan Alan C Reiley. Mereka memusatkan perhatiannya pada pengembangan struktur organisasi yang piramidal, yang ditandai oleh adanya delinasi otoritas secara jelas, pengembangan tugas-tugas secara khusus dan penggunaan staf khusus yang lebih besar.
Berbeda dengan Weber yang menempatkan pembagian kerja sebagai kekuatan utama yang menggerakan organisasi, Mooney dan Reiley melihat koordinasi sebagai aspek penting dalam setiap gerak dari organisasi. Koordinasi merupakan induk dari berbagai prinsip lainnya, terutama dalam mendukung pelaksanaan fungsi yang saling berbeda tetapi saling terintegrasi dalam organisasi secara lancar. Adapun prinsip-prinsip utama dari organisasi menrut Mooney dan Reiley, meliputi:
1. Prinsip koordinasi yang diperlukan untuk menyatukan berbagai tindakan dalam mencapai tujuan yang objektif;
2. Prinsip jenjang yang menggambarkan susunan hierarkis dari organisasi maupun dalam pendelegasian wewenang;
3. Prinsip penyusunan fungsi dalam pengorganisasian tugas-tugas kedalam unit-unit departemental;
4. Prinsip staf yang menunjukan adanya perbedaan antara lini dan staf yang memiliki tugas berbeda, lini memiliki tugas pelaksana dari wewenang yang diberikan, sedangkan staf bertugas memberikan saran dan informasi.

C. KRITIK TERHADAP TEORI ORGANISASI KLASIK

1. Lemahnya bukti empiris
Teori organisasi klasik memiliki kelemahan yang serius dalam ketelitian dan kerangka analisis yang menyeluruh. Meskipun teori organisasi klasiik menunjukan keunggulan-keunggulan dari bebera susunan organisasi, tetapi argumentasinya sering bersifat sepihak (one side). Dan juga tidak menunjukan kriteria-kriteria objektif yang dipergunakan untuk menentukan pemilihan metode dalam studi mengenai organisasi. Para pengkeritik teiri organisasi klasik juga menilai bahwa teori klasik itu lebih merupakan suatu yang dapat memberi petunjuk (prescriptive) daripada penjelasan (descriptive) atau penjelasan secara analits.

2. Kesalahan dalam melihat organisasi sebagai sistem yang tertutup, mekanistik dan deterministik.
Asumsi teori klasik bahwa tidak ada pengaruh dari lingkungan pada organisasi dinilai sangat tidak tepat. Karena organisasi selalu mendapatkan sesuatu dari lingkungan sebagai masukan (input), kemudian ditransformasikan menjadi suatu keluaran (output) bagi lingkungan. jadi organisasi tidaklah merupakan suatu sistem yang tertutup dan bersifat mekanis, tetapi organisasi merupakan suatu sistem yang terbuka dan bersifat organis.
Sebagaiman teori klasik menganggap manusia sebagai sesuatu yang dapat dimanipulasi seperti sebuah komponen mekanis, yang semua tanggapan atau stimulus dapat diperkirakan secara pasti. Juga mengenai pandangannya bahwa manusia itu rasional, terutama dalam hubungannya dengan ganjaran dan insentif ekonomis. Oleh pengkritik teori klasik dianggap tidak akurat dan tidak lengkap, kerna manusia sebagai individu memiliki kebutuhan yang kompleks, tidak hanya kepuasan yang didasarkan pada prolehan uang atau ganjaran ekonomi semata.
Manusia juga tidak selalu bertindak sebagai individu semata, tetapi juga sebagai anggota dari suatu kelompok. Manusia tidak dapat dipandang sebagai sesuatu yang mudah diletakan dimana saja, juga tidak dapat dilihat sebagai instrumen yang sama sekali tidak berdaya, atau sekedar tambahan dari suatu mesin.

3. Pengabaian terhadap faktor manusia sebagai fokus perhatian dalam mengkaji anatomi organisasi
Teori organisasi klasik yang melihat organisasi beroperasi seperti air mengalir dalam sebuah pipa yang lurus dan tanpa rintangan, ini telah mengabaikan konflik dan ketegangan yang terjadi dalam hubungan antar manusia dalam organisasi. Mereka memandang konflik dan ketegangan akan menghilang dengan sendirinya karena dalam organisasi telah dilakukan penjabaran dan penjelasan mengenai tugas dan pekerjaan masing-masing secara rinci, penjabaran dan penjelasan kebijakan-kebijakan , serta penerapan aturan-aturan. Dengan memberikan argumentasi yang demikian, para ahli teori klasik telah mengabaikan proses-proses personal yang menyertai proses-proses yang secara formal berlangsung dalam organisasi.

4. Terlalu percaya pada kekuatan konsep-konsep utama
Konsep utama seperti pembagian kerja, proses hierarkis berjenjang dan funsional, struktur, lingkup pengawasan telah mendapat sorotan karena didalamnya mengandung kelemahan-kelehaman. Selain itu, penggunaan tipe ideal sebagai model penjelasan merupakan sesuatu yang tidak berdasar bukti empiris.
Pembagian kerja terlalu dipercaya mampu menggerakan proses-prose dalam organisasi. Karena membagi aktivitas-aktivitas yang ada bukanlah seuatu hal yang mudah, karena tidak ada dasar yang tepat untuk melakukan pengelompokan kegiatan orang, maupun tempat yang dapat diterapkan.
Kelemahan lain terletak pada struktur dan proses-proses fungsional berjenjang, terutama yang berkaitan dengan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab. Ahli teori klasik berpendapat bahwa melalui program administrasi personalia yang rasional, akan dengan mudam menentukan orang yang akan menduduki posisi tertentu dalam organisasi serta wewenang dan tanggung jawab yang diberikan padanya. Namun pada kenyataannya hal itu tidak mudah dilakukan, karena tidak pernah ada kriteria atau instrumen yang dapat dengan tepat dipakai sebagai dasar untuk menentukan kapasitas seseorang.








TEORI-TEORI ORGANISASI NEO-KLASIK DAN KONTEMPORER

A. TEORI ORGANISASI NEO-KLASIK

1. Latar Belakang Munculnya Teori Organisasi Neo-Klasik
Setelah mempelajari teori-teori organisasi klasik, para ahli teori sosiologi banyak menemukan kelemahan-kelemahan dan kekurangan. Kelemahan-kelemahan yang ada dalam pemikiran para ahli teori sosiologi merangsang munculnya pemikiran-pemikiran dari para ahli sesudahnya. Para ahli sosiologi yang melakukan kritik terhadap pemikiran para ahli teori organisasi klasik, namun mereka tetap menerima beberapa prinsip atau asas yang dikemukakan oleh pemikir pendahulunya meskipun dengan berbagai modifikasi dalam literatur dikenal dengan pendekatan Neo-klasik.
Segala pemikiran tentang organisasi mulai dikembangkan ke arah pengembangan hubungan antara produktivitas dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan elemen-elemen dari kondisi-kondisi kerja. Pemikiran yang demikian mulai memperhatikan pula tanda-tanda adanya perubahan-perubahan dalam masyarakat, tingkat pendidikan yang bertambah, serta perubahan-perubahan teknologi yang telah menyebabkan organisasi-organisasi yang ada mengalami pperubahan, bukan saja pada ukuran atau besarnya, tetapi juga kompleksitasnya.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa teori Neo-klasik muncul sebagai reaksi dari teori organisasi klasik, tetapi teori Neo-klasik tetap mempergunakan dan tidak mengabaikan prinsip-prinsip yang di kemukakan oleh para ahli teori klasik.

2. Teori Organisasi Neo-Klasik
Sekarang kita akan mencoba memahami pemikiran Neo-klasik. Pemikiran yang berkembang itu secara garis besar terbagi dalam dua kelompok. Pertama, adalah kelompok para ahli yang memusatkan perhatiannya hanya pada kelemahan-kelemahan teori klasik dan kemudian mengajukan kritik terutama terhadap terlalu diberikannya penekanan yang berlebihan oleh para ahli teori klasik pada aspek struktur dalam mengkaji organisasi. Kedua adalah kelompok lain yang melihat adanya kelemahan pada prinsip-prinsip yang dikembangkan para ahli teori klasik, tetapi kemudian melakukan modifikasi tetapi tanpa membuang prinsip-prinsip dasar tersebut.
Pada kelompok ini, terdapat pula kelompok ahli yang menaruh perhatian pada aspek manusia yang telah diabaikan oleh para ahli teori klasik. Pendekatan yang menekankan aspek manusia inilah yang kemudian dikenal secara umum pada awal tahun 1900-an, yaitu pendekatan prilaku (behavioral approach) atau pendekatan hubungan kerja kemanusiaan (human relation approach).
Behavioral approach atau human relation approach pada mulanya terdiri dari para peneliti dari disiplin Psikologi, Psikologi sosial dan Sosiologi. Para peniliti tersebut berusaha memahami perilaku manusia dalam organisasi dengan menerapkan cara atau metode ilmiah, terutama mengenai mengapa dan bagaimana orang memiliki perilaku yang tertentu dalam suatu situasi organisasi tertentu pula. Pendekatan perilaku secara luas menerima teori-teori atau prinsip-prinsip yang dikemukakan yang dikemukakan oleh para ahli teori klasik, tetapi kemudian melakukan modifikasi terhadap teori atau prinsip-prinsip tersebut, dengan penekanan pada arti pentingnya kelompok sosial yang ada dalam organisasi bagi pencapaian efektifitas orgnisasi.
Pendekatan perilaku dalam megidentifikasi kelemahan-kelemahan teori klasik pada umumnya dilakukan dengan melalui penelitian, secara garis besar penelitian ini dibagi dalam empat tahapan. Pada tahap pertama, penelitian dilakukan untuk mengkaji akibat atau efek dari kondisi-kondisi lingkungan pada produktivitas pekerja. Dalam tahap kedua, para peneliti aktif melakukan konsultasi dengan para pekerja yang berpartisipasi dalam eksperimen. Pada tahap ketiga, penelitian dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam dengan pekerja. Dan pada tahap keempat, ekeksperimen dilaksanakan.
Para peneliti dalam eksperimen melihat kondisi-kondisi sosial yang saling sambung merajut di antara para pekerja telah menyebabkan mereka saling membantu pada saat mereka dalam suatu keadaan yang penuh tekanan. Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan adalah bahwa pendekatan perilaku dalam studi organisasi lebih menekankan pada sistem psikologis, terutama dengan mempertimbangkan komponen manusia dalam organisasi.
Hasil eksperimen Hawthorne ssecara garis besar;
1. Sistem sosial yang melingkupi para pekerja telah memberikan peran secara individual dan memapankan norma-norma yang berbeda dari apa yang secara formal ada di dalam organisasi.
2. Ganjaran-ganjaran non-ekonomi dan sanksi-sanksi memiliki peranan yang penting dalam mengarahkan perilaku para pekerja.
3. Sering kali para pekerja tidak bertindak atu menanggapi tindakan pihak lain sebagai individu, tetapi sebagai anggota kelompok.
4. Dinamika kolompok pekerja akan mengarahkan pada munculnya pola kepemimpinan informal, serta mengaktualisasikan dan memberdayakan kekuatan norma-norma kelompok.
5. Munculnya komunikasi yang makin intensif di antara para pekerja dengan pimpinan informal dan muncul pula keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan.
6. Kepuasan kerja dan kenyamanan bekerja yang meningkat di kalangan para pekerja pada gilirannya akan berpengaruh terhadap peningkatan efektifitas organisasi.
7. Pihak manajemen perusahaan tidak hanya dituntut untuk menguasai keahlian atau keterampilan teknis saja, tetapi juga keahlian dan keterampilan untuk memahami situasi sosial secara efektif.
Eksperimen Hawthorne ini telah membawa arah baru dalam manajemen ilmiah, dan juga telah memunculkan pandangan yang lebih humanis. Pemikiran dalam manajemen dan penerapannya telah sangat dipengaruhi oleh hasil eksperiman ini.
Pemahaman Follet memberikan penekanan pada prinsip kelompok dalam kajiannya mengenai fenomena organisasi, karena Follet berkeyakinan bahwa kelompok lebih diutamakan dari individu, dan hal ini memungkinkan individu dapat berkembang sepenuhnya.
Selain Follet, pemikiran L. Barnad melalui karyanya The Function Of The Executive membeberkan pengalamannya sebagai praktisi menajemen dalam menjelaskan perilaku manusia dalam kerja. Penekanan Barnad terutama pada kerja sama sebagai sarana atau cara utama untuk mencapai keberhasilan, baik keberhasilan individu maupun keberhasian organisasi.
Selain para ahli tersebut, masih banyak ahli lain dari pendekatan neo-klasik ini memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan teori organisasi. Secara umum para ahli teori neo-klasik ini memiliki perhatian utama pada aspek manusia di samping tetap mempertimbangkan aspek ekonomi dan teknologi dalam organisasi.
Hal yang penting untuk di pahami adalah bahwa teori neo-klasik telah memberikan perhatian yang besar pada dinamika kelompok, perangkat peran, motivasi, kepemimpinan dan hubungan antar manusia secara umum. Teori ini telah memberikan banyak penjelasan untuk memahami bagaimana orang bertingkah laku. Teori ini menunjukan bahwa manusia memiliki tingkah laku yang dipengaruhi oleh berbagai macam kebutuhan, keinginan atau ambisi, harapan-harapan yang dimilikinya serta manusia membentuk kelompok umtuk mewujudkan apa yang dibutuhkan, diinginkan dan diharapkannya itu.

B. TEORI ORGANISASI KONTEMPORER

1. Teori Sistem
Dalam memahami teori organisasi kontemporer, kita perlu melihat kembali sejarah yang terjadi sejak perang dunia II berakhir hingga menuju akhir perang dingin. Semenjak tahun 1950-an, perkembangan teknologi yang pesat telah banyak membawa pengaruh terhadap perkembangan organisasi.
Para ahli teori organisasi pada masa itu melihat organisasi dari dua sudut pandang. Pertama, sudut pandang yang melihat organisasi sebagai satu kesatuan unit yag memiiki suatu tujuan. Kedua, pendekatan yang melihat hubungan antarelemen, baik yang ada di dalam organisasi, maupun dengan lingkungan sekitarnya.
Suatu sistem merupakan suatu keseluruhan yang terorganisasi secara teratur, dari dua atau lebih komponen, bagian atau subsistem yang paling berhubungan, yang berada dalam suatu lingkungan tertentu.
Sistem pada dasarnya memiliki karakteristik umum sebagai berikut.
a. Sistem, sebagaimana didefenisikan di atas, memiliki bagian-bagian.
b. Suatu sistem dapat tersusun dari beberapa subsistem, suatu subsistem dapat pula tersusun dari beberapa sub-subsistem.
c. Setiap sistem memiliki tujuan, proses, norma, perangkat peran, serta strukturnya sendiri.
d. Sistem pada dasarnya bersifat terbuka (open sistem).
Melihat organisasi sebagai suatu sistem, di dalamnya terdapat paling tidak tiga subsistem, yaitu (1) subsistem teknis, (2) subsistem sosial, (3) subsistem kekuasaan.
Ketiga subsistem tersubut tidak dapat dipisahkan dan saling mempengaruhi. Selain itu, tiap subsistem ini saling tergantung dan menjadi bagian dari sistem yang lebih besar, yaitu organisasi. Teori sistem berkembang tidak hanya sebagai apresiasi terhadap bagaimana fungsi-fungsi organisasi berkembang tetapi juga memahami bagaimana organisasi berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam pandangan teori sistem, organisasi merupakan suatu sistem dari berbagai sumber daya yang dikombinasikan dalam suatu susunan tertentu untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Dalam pandangan teori sistem, suatu sistem dapat dipilah menjadi dua yaitu sistem tertutup ( closed system ) dan sistem terbuka ( open system ). Suatu sistem tertutup merupakan suatu sistem yang beroperasi tanpa adanya pengaruh dari lingkungannya. Sedangkan sistem terbuka melihat adanya pengaruh timbal balik antara organisasi dengan lingkungannya.
Pendekatan sistem memberikan sumbangan yang besar dalam evolusi perkembangan teori organisasi modern. Perkembangan teori sistem sebagai teori organisasi modern yang dikenal dengan teori sistem umum atau General System Theori yang dikembangkan oleh Ludwig von Bertalanffy dan Kenneth Booulding. Pada prinsipnya, General System Theori menggunakan sistem sebagai dasar pemahamannya terhadap fenomena organisasi dan tidak hanya memahami bagaimana organisasi berfungsi, tetapi juga memahami bagaimana organisasi berinteraksi dengan lingkungannya. Beberapa inti dari General System Theori ini antara lain meliputi;
a. Bagian dari sistem
Organisasi sebagai suatu sistem memiliki bagian-bagian sebagai berikut.
1) Individu dalam organisasi
2) Aspek formal dari organisasi
3) Aspek informal dari organisasi
4) Status dan peran dalam organisasi
5) Lingkungan fisik organisasi
b. Hubungan antarbagian dari sistem
Sebagai suatu sistem, bagian-bagian dari organisasi saling berhubungan satu sama lain.
c. Proses saling berhubungan antarbagian
Bekerjanya masing-masing bagian dan saling hubungan antar bagian dalam organisasi itu menunjuk pada suatu proses yang saling berkaitan (link processes).
d. Tujuan dari sistem
Setiap sistem senantiasa memiliki tujuan tertentu, demikian juga organisasi sebagai suatu sistem juga memiliki tujuan tertentu.

Teori ini juga meliahat arti penting dari pengawasan atau kontrol sebagai mekanisme untuk menciptakan keseimbangan dari organisasi. Pelaksanaan dari fungsi pengawasan atau kontrol ini nampak secara jelas dalam konsep cybernetics, salah satu komponen yang penting dari teori sistem.

2. Teori Contingency

Teori Contingency dibangun atas dasar prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh pendekatan sistem. Teori Contingency melihat teori organisasi sudah seharusnya berlandaskan pada konsep sistem yang terbuka (open system concept). Ini merupakan pandangan yang berbeda dari pandangan para ahli teori klasik yang melihat organisasi merupakan suatu sistem yang tertutup.
Inti dari Teori Contingency ini pada dasarnya terletak pada pandangannya dalam melihat hubungan antar organisasi dan hubungan antara organisasi dengan lingkungannya. Menurut teori ini, hubungan antara satu organisasi dengan lainnya maupun dengan lingkungannya secara keseluruhan, sangat tergantung pada situasi (depends on the situations).
Tokoh utama teori Contingency adalah Woodward melalui studinya mengenai efek/dampak dari teknologi terhadap organisasi. Karena kontribusinya ini, woodward ditetapkan sebagai salah satu dari sedikit ahli teori organisasi dan peneliti yang telah memberikan dorongan bagi perkembangan teori organisasi secara umum, serta peletak dasar studi organisasi sebagai suatu studi yang bersifat ilmiah. Selain woodward, tokoh teori Contingency lainnya adalah Jay Galbraith, James D. Thomson, dan Jay W. Lorsch dan paul L.

sumber: modul 4. Teori-teori Organisasi, Tulisan Drs. Suharman, M.Si.














Tidak ada komentar: